Ada sebuah anggapan bahwa mendaki gunung itu adalah sebuah tindakan yang keren dan gagah. Ada rasa bangga ketika sudah menginjakan kaki di puncaknya. Namun, sadarkah kita bahwa kita yang mengaku pecinta, ataupun penikmat alam, bisa jadi adalah seorang perusak alam ?. Berikut ini adalah 8 Kebiasaan Buruk Para Pendaki Gunung Yang Harus Diubah
1. Melakukan Kegiatan Pendakian Massal (Non-Konservatif)
Mungkin kita sudah tahu tentang sebuah brand perlengkapan outdoor yang melakukan pendakian massal ke gunung Semeru beberapa waktu lalu.
Saya sempat diajak teman karena dalam iklannya pendakian ini dibumbui oleh kata-kata bersih-bersih gunung, tanam pohon, dan konservasi. Kenyataannya? Semeru menjadi tempat sampah dan potensi rusaknya ekosistem makin besar.
Sebelum mengikuti pendakian massal, ada baiknya survey terlebih dahulu. Berapa kapasitas gunung tersebut, berapa jumlah pendaki yang dibolehkan ikut oleh panitia, dan hal yang terkait dengan konservasi lainnya. Jadilah pendaki yang bertanggung jawab, sob!
2. Andil Besar Mencemari Lingkungan
Saya pernah naik gunung dengan seorang rekan yang kelihatannya sudah ‘senior’ dalam hal mendaki. Namun, ditengah perjalanan istirahat, saat ia memakan sebuah makanan ringan, dengan ringannya pula ia membuang sampah itu sembarangan.
Itulah potret kebanyakan pendaki yang tidak paham akan konservasi. Apa sulitnya sih membawa sampah di dalam tas?
Di lain waktu, saat saya sedang ingin mengambil air di sebuah mata air, terlihat seorang pendaki yang sedang menikmati ritual B*B di mata air itu! Apa dia tidak berfikir orang akan minum dari sana? Sebegitu sulitkah menggali lubang di tanah? Kucing saja masih bisa lebih pintar!
Banyak juga pendaki-pendaki yang masih saja menggunakan bahan-bahan kimia yang bisa merusak. Jangan heran kalau menemukan bungkus sabun/shampo yang tergeletak dekat di mata air.
3. Bersikap acuh tak acuh dan pasif.
Menganggap tugas konservasi itu adalah tugasnya penjaga Taman Nasional, porter, dan LSM lingkungan adalah bukan hal yang benar.
Padahal pendaki sendirilah yang punya bagian besar dalam menjaga lingkungan. Banyak oknum pendaki juga tidak mengindahkan kearifan lokal yang telah ditetapkan masyarakat setempat. Tertulis ataupun tidak tertulis.
Seringkali mitos-mitos mistis di gunung itu sebetulnya adalah usaha untuk konservasi dari masyarakat. Jangan sampai bilang begini, ” Saya bukan pecinta alam, kok. Cuma penikmat alam. Jadi bukan tugas saya dong untuk konservasi?”
4. Merusak Keasrian Gunung
Menikmati sinar matahari saat mendaki gunung memang menyenangkan, karena sebagian orang merasa hal itu tidak buruk untuk dilakukan. Ya, itu memang benar, namun jika anda terlalu lama terpapar sinar matahari, hal ini dapat merugikan juga, terutama saat cuaca benar-benar sedang panas sekali. Pakailah topi saat mendaki gunung, hal ini akan membuat kepala anda tetap dingin dan mengurangi efek dehidrasi akibat terbakar sinar matahari.
5. Tidak Membagikan Pengetahuan Tentang Pendakian Konservatif
Tak dipungkiri, mendaki gunung sekarang sudah terkesan menjadi sebuah ‘wisata’.
Apalagi banyak pengaruh dari acara televisi, film, blog, forum dan banyak media lainnya. Membagikan semangat mendaki gunung kepada orang-orang baru tanpa dibarengi semangat konservasi hanya akan menjadikan para pendaki tersebut menjadi generasi pendaki yang cenderung antipati terhadap lingkungan dan hanya mementingkan kesenangan semata.
Sebagian dari kita mungkin pernah melakukan hal atas, secara sengaja maupun tidak sengaja. Yang pernah, tolong jangan diulangi lagi dan mari saling mengingatkan kepada rekan pendaki yang lain. Semoga gunung-gunung Indonesia masih bisa dinikmati anak-cucu kita nantinya. Aammiinn!
6. Menjadikan Alam Sebagai Tempat Asusila
Sudah rahasia umum dalam tempat obyek wisata alam khusunya gunung, dalam kesunyiannya dijadikan kesempatan bagi pemuda pemudi dalam memadu kasih, bahkan sampai berhubungan intim.
ini merupakan fenoma yang sangat mengkhawatirkan bagi masyarakat sekitar, yang dimana pada masyarakat tertentu meyakini gunung sebagai tempat suci yang dilarang untuk tindakan asusila pada wilayahnya.
Para pendaki pun tidak dapat mencegahnya, karena alasan sama-samapendatang, tetapi dalam kasus tersebut, para penduduk setempat akan memperingatkan apabila ada seseorang yang melakukan tindakan asusila akan diganjar oleh hukum yang diluar nalar manusia , yang membuat pengunjung berpikir 2 kali, oleh karnanya jagalah alam dari sikapmu, bukan karena takut akan hukuman yang menimpamu
7. Melanggar Batas Wilayah Untuk Pendakian
Tanpa sadar kita telah melanggar akan aturan yang telah ditetapkan oleh petugas konservasi, dalam penetapan batas wilayah pendakian seperti di semeru akan basecamp kalimati-nya, dan merapi pada camp pasar bubrah, dan pelanggaran pendakian pada saat ditetapkannya penutupan taman konservasi dalam masa penghijauan
Tetapi rasa ego yang lebih kuat untuk menaklukan dari pada menikmati alam mengalahkan semuanya, hanya sekedar untuk berfoto dan menyatakan dirinya hebat di sosial media
8. Katanya Mensyukuri Nikmat Alam, Tapi Kewajiban Ibadah Di Nomor Dua-kan
Dalam berkegiatan di alam bebas, ibadah selama ini terkesan menjadi urusan pribadi. Setahu saya, tak jarang yang dengan sengaja menangguhkan sholat saat beraktivitas di alam bebas namun juga tak sedikit yang berusaha untuk menegakkannya. Sebagaimana ungkapan terkenal kita di dunia petualangan, “Semua orang akan terlihat aslinya ketika di gunung.” Kondisi di gunung yang berbeda dengan kondisi di pemukiman atau perkotaan memberikan cobaan yang lebih keras pada kebutuhan dasar manusia, begitu pula dengan kebutuhan akan menghadap sang Ilahi ini. Benarlah jika kita menganggap bahwa mendaki gunung itu bukan gunung yang perlu ditaklukkan, melainkan ego kita sendiri.
Post a Comment